Kalimat Pencegah Maksiat

Setiap manusia pasti pernah melakukan dosa dan maksiat (setuju gak setuju itu adalah fakta). Tidak ada manusia yang ma'shum (terjaga) dari kesalahan dan dosa, kecuali Rasulullah . Ketika kita melakukan dosa dan maksiat, tak terpikirkan oleh kita bahwa Allah itu bersama kita, melihat kita, dan menyaksikan apa yang perbuat. Dipikiran kita yang ada hanyalah hawa nafsu yang mendorong kita untuk melakukan perbuatan tersebut.

Kalimat Pencegah Maksiat

Padahal Allah SWT berfirman dalam surah Fussilat ayat 22 :


وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ

وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ


"Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan." (QS. Fussilat : 22)


Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara kita untuk mencegah perbuatan dosa dan maksiat?


Ada sebuah kalimat yang insya Allah mampu untuk mencegah perbuatan dosa dan maksiat, yaitu :


الله معي,الله ناظري,الله شاهدي


"Allah Bersamaku, Allah Melihatku, Allah Menyaksikanku"


Kalimat ini sangat terkenal di kalangan ulama arif billah. Bahkan Syeikh Al-Azhar : Imam Abdul Halim Mahmud selalu menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menancapkan kalimat ini di dalam hatinya. Maknanya yang dahsyat jika dihayati dengan sungguh-sungguh akan mendatangkan rasa ma'iyatullah ( selalu merasa disertai,dilihat,dan disaksikan oleh Allah SWT dimana saja dan kapan saja ) Sehingga pada akhirnya akan menumbuhkan Taqwa yang tinggi kepada Allah SWT.


Ada sebuah kisah menarik yang bisa kita ambil hikmahnya :


Syekh Junaid Al-Baghdadi adalah seorang tokoh sufi besar yang ternama. Ia mempunyai seorang murid yang sangat disayanginya yang menyebabkan santri-santri Junaid yang lain iri hati. Jauh di dalam hati, mereka tak dapat menerima mengapa sang guru memberi perhatian khusus kepada anak itu.


Suatu saat, Syekh Junaid menyuruh semua santrinya membeli ayam di pasar untuk kemudian disembelih. Namun Junaid memberi syarat bahwa mereka harus menyembelih ayam itu di tempat dimana tak ada yang dapat melihat mereka dengan syarat sebelum matahari terbenam, mereka harus dapat menyelesaikan tugas tersebut.


Satu demi satu santri kembali ke hadapan Junaid, semua membawa ayam yang telah tersembelih kecuali murid kesayangan Junaid. Akhirnya ketika matahari tenggelam, sang murid muda itu baru datang dengan ayam yang masih hidup. Santri-santri yang lain menertawakannya dan mengatakan bahwa santri itu telah gagal melaksanakan perintah Syeikh yang sangat mudah.


Junaid lalu meminta setiap santri untuk menceritakan bagaimana mereka melaksanakan tugasnya.


Santri pertama berkata bahwa ia telah pergi membeli ayam, membawanya ke rumah, lalu mengunci pintu, menutup semua jendela, dan membunuh ayam itu. Santri kedua bercerita bahwa ia membawa pulang seekor ayam, mengunci rumah, menutup jendela, membawa ayam itu ke kamar mandi yang gelap, dan menyembelihnya di sana.


Santri ketiga berkata bahwa ia pun membawa ayam itu ke kamar gelap tapi ia juga menutup matanya sendiri. Dengan itu, ia fikir, tak ada yang dapat melihat penyembelihan ayam itu. Santri yang lain pergi ke hutan yang lebat dan terpencil, lalu memotong ayamnya. Sedangkan santri yang lain lagi mencari gua yang amat gelap dan membunuh ayam di sana.


Tibalah giliran santri muda kesayangan Junaid yang tak berhasil memotong ayam. Sambil tertunduk malu karena merasa tak dapat menjalankan perintah sang guru. Ia pun bercerita: “Aku membawa ayam ke rumahku. Tapi di rumahku tak ada tempat di mana Dia (Allah) tak melihatku. Aku pergi ke hutan lebat, tapi Dia masih bersamaku. Bahkan di tengah gua yang teramat gelap, Dia masih menemaniku. Padahal aku tak bisa pergi ke tempat di mana tak ada yang melihatku."


Para murid Syekh Junaid yang lain pun tertegun.


Kesimpulannya adalah tanamkanlah keyakinan dalam hati kita bahwa Allah bersama kita, Allah Maha melihat, Allah Maha menyaksikan apa yang kita perbuat.

Hidup Adalah Cerminan Diri Sendiri

Ada seekor kucing kecil yang selalu bermuka muram sedang berjalan-jalan sambil merengut. Tiba tiba ia tertarik untuk masuk ke suatu rumah yang pintunya terbuka. Ia tidak tahu bahwa di dalam rumah itu terpasang 1.000 cermin. Begitu kucing kecil tersebut masuk ke dalam rumah, betapa kagetnya ia! Ternyata ada 1.000 kucing dengan ekspresi terkejut memandang ke arahnya! karena merasa terancam, ia pun mengeong ke arah 1.000 kucing tersebut. Rupanya ngeongan tersebut di balas dengan ngeongan juga oleh 1.000 kucing yang lain adalah pantulan dirinya sendiri di 1.000 cermin. Karena takut, kucing kecil itu pun keluar dari rumah tersebut. Lalu hati kecilnya berkata, "Rumah ini sungguh mengerikan!"

Hidup Adalah Cerminan Diri Sendiri

Tidak berapa lama kemudian, seekor kucing yang berhati riang juga sedang berjalan jalan di sekitar tempat itu. Ia melihat rumah 1.000 cermin yang pintunya terbuka, dan sambil tersenyum ia pun mengendap masuk. Betapa senangnya ia, begitu masuk, ia melihat ada 1.000 kucing juga sedang tersenyum menatap dirinya. Ia pun mengibas ngibas kan ekornya dan melompat. Dalam hatinya ia berkata, "Wah... menyenangkan sekali disini..."

Sebenarnya kehidupan di dunia ini bagaikan rumah 1.000 cermin tersebut. Hidup hanya merefleksikan apa yang ada pada diri sendiri. Ketika berpikir bahwa kehidupan itu sulit dan susah, maka mereka akan bersekongkol untuk melakukan kejahatan, orang jahat menjadi banyak dan mereka akan menghancurkan kita.

Realita seperti itulah yang akan di temukan. Maka dari itu, berhentilah murung, cemberut, sering komplain dan mengeluh atas segala hal yang terjadi di sekitar kita. Sebaliknya, berusahalah memperbaiki mental dan sikap, bertutur baik, berpikir positif, bersyukur, tersenyum dan selalu menebar kebaikan. Lalu rasakanlah sensasi rumah 1.000 cermin yang luar biasa dahsyatnya ketika kita memberi senyuman kepada orang lain. Niat baik dengan caranya yang baik maka hasilnya juga baik. Terus lakukan yang terbaik. Jika kita bisa melakukan itu, lakukanlah! Kemudian rasakan bedanya. Dengan begitu, Kita akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
                                               

                                               

Keutamaan Sedekah

Malam itu, bulan bersinar terang di langit. Bintang bintang bertaburan. Subhanallah, alangkah indahnya. Seorang lelaki bernama Karim keluar dari rumahnya. Dahulu, Karim dikenal gemar melakukan maksiat. Namun, kini dia telah insaf dan bertobat. Sekarang,dia rajin shalat berjamaah di masjid. Dia juga tidak merasa malu untuk ikut mengaji dan belajar membaca Al Quran, bersama anak anak yang lebih muda usianya.


Malam itu, setelah mendengar penjelasan dari imam masjid tentang keutamaan shadaqoh atau sedekah, hati Karim tergerak. Imam masjid menjelaskan, jika seseorang memiliki uang seribu dirham dan ia menyedekahkan tiga puluh dirham, maka yang tiga puluh dirham itulah yang akan kekal dan dapat dinikmati di akhirat. Sedangkan yang tujuh ratus dirham tidak membuahkan apa apa. Bahkan, uang tiga puluh dirham yang disedekahkan, akan dilipat gandakan oleh Allah sebanyak tujuh ratus kali. Sedekah juga membuat harta dan rezeki yang ada, menjadi penuh berkah.

Selama ini, Karim dikenal kaya dan kikir. Namun, sejak insaf dan tobat, dia telah berniat akan mengorbankan segala yang dimilikinya untuk memperoleh ridho Allah Swt. Sebagian hartanya telah dia rencanakan untuk disedekahkan dan diinfakkan di jalan Allah Swt.


Dia mengarahkan langkahnya menuju ke suatu rumah. Dia telah menyiapkan kantong berisi seratus dirham untuk di sedekahkan. Begitu sampai di rumah yang di tujunya, dia mengetuk pintu. Seorang lelaki berkumis tebal muncul dari dalam rumah. Setelah mengucapkan salam, dia memberikan kantong itu kepada pemilik rumah, lalu mohon pamit. Kejadian itu ternyata diketahui oleh beeberapa orang penduduk daerah itu.


Pagi harinya, orang orang di pasar ramai membicarakan apa yang dilakukan Karim tadi malam.


Dua orang yang melihat Karim bersedekah berkata dengan nada mengejek, "Dasar orang tidak tahu agama, sedekah saja keliru, masa sedekah kok kepada seorang pencuri. Kalau mau sedekah itu, ya harusnya kepada orang yang baik baik!".


Obrolan orang di pasar itu sampai juga ke telinga Karim, ia hanya berkata dalam hati, "Alhamdulillah, telah bersedekah kepada pencuri".


Hari berikutnya, ketika malam tiba, dia kembali keluar rumah. Dia ingin kembali bersedekah. Sama seperti malam sebelumnya, dia menyiapkan uang seratus dirham. Kali ini, dia memilih sebuah rumah di pinggir kota. Dia mengetuk pintu rumah itu. Seorang wanita membukakan pintu. Dia langsung menyerahkan sedekahnya kepada perempuan itu lalu pulang.


Pagi harinya, pasar kembali ribut. Ternyata, ada orang yang mengetahui perbuatannya tadi malam.


Orang itu bercerita sinis, "Memang, Karim itu tidak jelas. Rajin pergi ke masjid, tetapi memberi sedekah saja masih salah. Kemarin malam, dia memberi sedekah kepada seorang pencuri. Lha, tadi malam, dia memberi sedekah kepada seorang pelacur!".


Malam harinya, Karim kembali keluar rumah untuk sedekah. Dia memilih rumah yang ada di dekat pasar. Setelah mengantarkan sedekahnya, dia pulang. Kali ini Karim berharap, dia tidak keliru memberi sedekahnya.


Pagi harinya, pasar lebih ribut dari sebelumnya.


Seorang penjual daging berkata, "Nggak tahulah! Karim itu memang aneh. Mau sedekah saja kok kepada orang kaya. Padahal, orang yang miskin dan memerlukan uang untuk makan, masih banyak dan ada di mana mana".


Ternyata, rumah yang di datangi Karim dan di beri sedekah tadi malam adalah rumah orang kaya.


Mendengar berita dan omongan yang ada di pasar tentang kekeliruannya memberikan sedekah ia berkata, "Alhamdulillah, telah bersedekah kepada pencuri, pelacur, dan orang kaya".


Malam harinya, ia shalat tahajud, lalu tidur.


Dalam tidurnya dia bermimpi di datangi oleh seseorang yang memberi kabar kepadanya, "Sedekahmu kepada pencuri, membuat pencuri itu insaf, sehingga dia kini tidak mencuri lagi. Sedekahmu kepada pelacur, membuat wanita itu tobat dan tidak berzina lagi, dan sedekahmu kepada orang kaya, menjadikan orang kaya itu sadar dan merasa malu. Kini, orang kaya yang pelit itu mau mengeluarkan zakat dan infak. Sedekahmu yang ikhlas itu di ridhoi Allah Swt."


Setelah itu, Karim semakin khusyu beribadah dan banyak mengerjakan kebajikan. Dia sadar bahwa yang paling penting dalam ibadah adalah niat karena Allah. Bukan sekedar mengikuti perkataan orang. Hanya Allah yang berhak menilai, diterima atau tidaknya amal ibadah seseorang.




Sumber : Buku Ketika Cinta Berbuah Syurga (Habiburrahman El Shirazy)